Thursday, 6 June 2013

KI SEMAR DALAM FILOSOFI JAWA

                                                          
Semar adalah titisan Shang Hyang Bathoro Ismoyo.yang sebelumnya hidup di alam Sonyaruri. Turun kedunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasonta seorang abdi dari Saptoargo, mengingat bersatunya antara Bathoro Ismoyo dan Janggan Semarosonta kemudian populer dengan nama Semar yang merupakan penyelenggaraan Ilahi. Maka kemunculan tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Shang Ilahi dalam kehidupan nyata. Dengan cara yang tersamar penuh misteri.
Dari bentuknya saja tokoh ini memang sulit untuk ditebak atau tidak mudah untuk diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok seperti layaknya seorang wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukkan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya yang dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun matanya selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah titisan dari Bathoro Ismoyo seorang Dewa anak dari Shang Hyang Waseso pencipta alam semesta seperti yang telah kita lihat dalam urutan asal usul manusia sejak dari Shang Hyang Tunggal.
Dengan bentuk dan gambaran yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sebagai sosok yang syarat misteri, Ia juga sebagai simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar terdapat karakter wanita , karakter laki-laki, karakter anak-anak dan karakter orang dewasa atau orang tua. Ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar menjadi lengkap ditambah dengan jimat Mustiko Manik Asthogino, pemberian Shang Hyang Waseso atau Shang Hyang Tunggal , yang disimpan dikuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu:”terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit panas, dan dingin. Delapan kasiat dari jimat Mustiko Manik Asthogino tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup didalam alam kodrad, Ia berada diatas kodrad itu sendiri. Ia adalah simbul misteri kehidupan, sekaligus juga dari kehidupan itu sendiri.
Jika kita memahami hidup adalah merupakan anugerah dari Shang Maha Hidup, maka semar merupakan anugerah Shang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti semar adalah gambaran yang riil. bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai, dan menghidupi hidup itu sendiri, yaitu hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara, dicintai maka hidup itu akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawulo kalawan Gusti
Sudut pandang.
Pada upaya bersatunya kawulo lan Gusti inilah, semar dan peranananya menjadi penting. Karena didalam makna yang disimbolkan dan terkandung dalam tokoh Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai titik kesempurnaan, dan menyatu dengan Tuhan atau Shang Hyang Tunggal.
Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Ilahi (Wahyu) kepada titahnya. Ini disimbolkan dengan kepanjangan dari nama Semar, yaitu Bodronoyo. Bodro artinya Rembulan atau suatu keberuntungan yang baik. Sedangkan Noyo artinya: adalah perilaku kebijaksanaan. Bodronoyo artinya : didalam perilaku kebijaksanaan yang baik, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik. Bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapat wahyu.
Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Brodonoyo menjadi rebutan para Raja dan Ksatria. Karena dapat dipastikan dengan memiliki Semar Bodronoyo, maka Wahyu akan berada dipihaknya.
Dalam hal ini sangatlah menarik, karena ada dua sudut pandang yang berbeda. Ketika para Raja, Ksatria, dan para pendeta memperebutkan Semar Bodronoyo dalam usahanya mendapatkan Wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Bodronoyo sebagai saran fisik untuk sebuah target. Mereka menyakini bahwa dengan memboyong Semar Bodronoyo, Wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya Sang Wahyu akan didapat. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sebrang, atau juga tokoh-tokoh lain yang menginginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapat Wahyu, tanpa harus menjalani lelaku yang rumit dan berat
Sudut pandang yang kedua adalah mereka yang mendudukkan Semar Bodronoyo sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konskwensinya mereka mau membuka hati agar Semar Bodronoyo masuk dan tinggal menyertai dalam kehidupanya. Sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptoargo. Dari kedua sudut pandang inilah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan Wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptoargo. Tetapi kita yang notabenya adalah penganut aliran dari Saptoargo justru merasa kurang yakin dan ragu. Kalaupun kita telah menyakini benar-benar tentang itu mengapa prinsip dan laku kita jauh dari kelompok Saptoargo? Kita masih selalu dan selalu mencari enak dan kepenak. Sejauh mana anda mencari hal itu tentu tak akan anda dapatkan karena itu adalah kepuasan. Dan rasa puas tidak akan pernah berhenti, selama kita memahami segala sesuatu masih dalam bentuk fisik.
Mengapa Wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptoargo? Karena keturunan Saptoargo selalu mengajarkan perilaku kebijaksanaan. Dikalangan keturunan ada sebuah warisan tradisi spiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi itu antara lain : sikap rendah hati, suka menolong sesama., tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur, serta lelaku batin yang lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah keturunan Saptoargo kuat diemong oleh Semar Bodronoyo. Yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah : mungkinkah kita bisa mewarisi tradisi itu ditengah-tengah kehidupan yang pragmatis?
Masuknya Semar Bodronoyo dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara (Shang Hyang Moho Gesang) di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya anugerah yang berwujud Wahyu itu akan bersemayam didalamnya. Karena apa yang tersembunyi dibalik tokoh Semar adalah wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang-orang yang tamak dan dibuka bagi orang-orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang telah dilakukan oleh keturunan Saptoargo. Yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah : tergolong orang tamak atau orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan sehingga Wahyu tersebut tertutup untuk kita?
Didalam buku lain, tepatnya Filosofi Jawa saya menemukan catatan yang mengungkap Bodronoyo. Bebodro: “membangun sarana Dari dasar.”, Nayoko : “Utusan mangrasul, atau caroko”. Disitu disebutkan artinya: Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan demi kesejahteraan manusia semesta alam.
Adapun filosofi biologis Semar menurut Javanologi, Semar: “haseming samar”.(fenomena harfiah makna kehidupan Sang Panuntun). Yang berarti disini kalau boleh saya memaknainya adalah : “Semar tidak laki-laki dan tidak juga perempuan”, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya adalah : “Sebagai tokoh Semar hendak mengatakan simbul Shang Hyang Moho Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna : “berserah total dan mutlak, sekaligus simbul keilmuan yang netral namun simpatik.
Domisili Semar di-Karangdempel, yang menurut Javanologi adalah : Karang = gersang, sedangkan dempel = keteguhan jiwa. Rambut Semar kuncung dalam buku jarwodoso/pribahasa jawa kuno maknanya hendak mengatakan; “Akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Kalau boleh saya memaknainya dalam hal ini Semar sebagai pelayan mengejowantah melayani umat, tanpa pamprih. Dalam buku jarwodoso disebutkan pula tentang Semar yang selalu memandang keatas. Menurut jarwodoso bermakna : “dalam perjalanan anak manusia perwujudanya Ia memberikan teladan agar selalu eling dengan Sang Moho Kuwoso. Kain Semar parangkusumarojo ; perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayu hayuning bawono ; mangudi kebenaran dan keadilan di bumi.
Ciri-ciri sosok Semar
Adapun ciri-ciri Eyang Semar menurut biologisnya adalah ; Eyang Semar berkuncung seperti anak-anak namun juga berwajah tua, Eyang Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan, Eyang Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa, Eyang Semar berprofil berdiri namun jongkok, Eyang Semar tidak pernah menyuruh namun selalu memberikan konskuensi atas nasehatnya.
Kebudayaan jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yaitu dengan adanya wujud tokoh Semar jauh sebelum masuknya kebudayan Hindu, Budha Kristen dan Islam. Ditanah Jawa ini. apa yang terdapat dalam  tulisan ini adalah berdasarkan pada referensi yang ada dalam buku-buku yang mengungkap tentang sejarah Jawa. Sekali lagi saya singgung sebelum budaya agama yang saya sebut ada, bangsa kita sudah punya kebudayaan sendiri yang tentu lebih hebat dan lebih cocok untuk bangsa sendiri. Taklain adalah budaya spiritual kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Melihat kenyataan tersebut tentu tidak ada alasan untuk takut menjalankan pada apa yang telah kita jalani. Dan sudah barang justru kita harus berbangga atas apa yang telah diamanatkan dan diwariskan nenek moyang kita.
Untuk melestarikanya kalau bukan kita lalu siapa lagi ? bangsa kita punya tradisi sendiri, bangsa kita punya budaya sendiri, tetapi mengapa kita masih meniru budaya bangsa lain? Seharusnya kita bangga dijadikan orang jawa dan bangsa indonesia, tetapi mengapa kita lebih bangga dengan semua atribut dari bangsa lain yang belum tentu sesui dengan kepribadian bangsa Indoneia dan orang jawa ? perlu untuk diingat kehancuran suatu bangsa manakala bangsa itu sudah tidak menghargai sejarah kebudayaannya sendiri. Dan kenyataan itu telah terbukti sekarang. Dalam Pusaka Purwo Mahugena yang ditulis Wulang dalem Sinuhun P.B IX, disini diceritakan secara gamblang dan fulgar, bahwa awal mula kehancuran dan kerusakan dari kaweruh Budaya jawa adalah datangnya agama Islam. Demikian cuplikan yang berhasil saya tulis dengan tembang sinom.
1 . Saja suwe Tanah Djawa, katekan para ngulami, saka Tanah Mesir Arab, sarana dagang anjambi, njebar Agama Nabi, panutane para Rasul, saka pasisir rata, sumebar ing Tanah Djawi, kana kene keh kelu malik Agama.
2. Ing kono wiwite bubrah, nalare Wong Tanah Djawi, sing ngandel Agama Buda, kalah lan Agama Nabi, rembuge kalah titis, wit ana gondelanipun, wewaton kitab Quran, ampilane para Nabi, waton apa bae kono uwis ono.
3. Mula keh para Brahmana, bandjur mundur njuwun pamit, anemah atilar pradja, ana ingkang trima mati, kalahe mung sauni, kasor wewatoning tjatur, mula keh pasulajan, kang gawe retuning nagri, samestine Ratune melu gegeran
Didalam tulisan yang ditembangkan dengan gending sinom tersebut, adalah bentuk pemberontakan seorang Raja yang dituangkan lewat tulisan tembang. Dalam tulisannya itu, Beliau menceritakan rusaknya Wong jowo karena telah berganti Agama. Didalam tulisan ini pun, tergambar suatu kesedihan, diceritakan pula para Brahmana mengundurkan diri dari negara, bahkan ada yang memohon mati. Mereka kalah debat, dan memang sangatlah benar. Kebanyakan orang-orang Islam pandai bicara tetapi ora mudeng alias nguntal kondo, Selain itu juga pandai menghasut sehingga didalam tulisan Wulang dalem ingkang Sinuhun P.K IX diceritakan pula geger suatu negara karena konflik agama. Para ulama-ulamalah sebagai pemicunya. Karena mereka menghasut selain Islam itu tidak benar. Weda dan Tripitaka itu salah, itu buatan manusia. Yang paling benar adalah Al-qur’an. Dan yang paling sangat sungguh kejam adalah selain orang Islam darahnya halal.
Apa yang saya tulis adalah kenyataan yang sebenarnya sudah lama ada dan menjadi bumerang bagi idiologi orang jawa. Dan ternyata sebelumnyapun Sinuhun P.K IX juga menulis sebagai wujud pemberontakan batin beliau. Dan mengatakan seharusnya tidaklah demikian, dan sangat menyayangkan. Sehingga orang jawa ganti lurik alias ganti agama. Bukan hanya sebatas itu saja, bahkan lali jawane.ora jawani karo awake dewe, sehingga yang dielu-elukan adalah Nabinya, bukan lagi leluhur-leluhur mereka..
Cara berpakainpun mereka berubah, serban dan jubah lebih bangga mereka pakai ketimbang pakaian jawa. Hal ini terus berkembang sampai sa’at ini. yen ono wong nganggo iket lan pakaian jowo diarani ngetok-ngetokno, ono ugo seng ngarani ngowah-ngowahi adat. Ini adalah imbas dari penjajahan. Memang kita sudah lama merdeka dari penjajahan fisik. Tetapi penjajahan idiologi masih terus berjalan dibumi yang kita cintai ini. saya tidak melarang untuk beragama apapun, karena itu hak anda. Tetapi mbokyo ojo sampek lali karo budayane dewe.
. Bangkitlah saudaraku, lawanlah segala bentuk rong-rongan, lawanlah segala macam bentuk penjajahan di bangsa ini. sadarlah kita telah terjajah idiologi kita. Kita orang Indonesia, bukan Arab! Sekali lagi kita bukan Arab! Bukan orang romawi ,bukanlah orang India bukan lah orang china dan bukan pula rang luar negeri yang kita cintai ini Jadilah bangsa sendiri, jadikanlah idiologi pancasila untuk tuntunan bermasyarakat dan ber ke –Tuhanan dibumi yang kita cintai ini. Retullin Mental Idiologi Poncosila.....kemballi kepada jati diri bangsa kita sendiri
Dikalangan spiritual jawa, tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan hanya sebagai fakta historis, tetapi juga bersifat mitologi dan simbolis tentang keEsa-an. Yaitu suatu lambang dari spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah menunjukkan suatu bukti yang kuat bahwa orang jawa sejak jaman prasejarah adalah religius dan ber ke-Tuhan -an Yang Maha Esa.
Sebagai perlambang
Dari tokoh Semar ini akan dapat diungkap, dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan jawa. Tokoh Semar merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek sifat illahi.
Semar itu pralambang dari ngelmu gaib, juga mempunyai makna sebagai kasampurnaning pati. Ada sebuah baris kalimat jawa yang berbunyi sebagai berikut: Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur kamurkan mardika artinya Merdeka jiwa dan sukma, maksudnya dalam keadaan tidak terjajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna dan tidak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa “ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu” artinya dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi satu kekuatan menuju kesempurnaan hidup.

Semar Mbabar Jati Diri

                                                  

Dalam etika jawa disebutkan bahwa Semar dalam pewayangan adalah punakawan abdi pamomong yang paling dicintai. Hal ini ada hubunganya dengan mitologi jawa atau nusantara yang menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari jawa atau nusantara. Ia merupakan dewa asli jawa yang paling berkuasa, meskipun penampilannya sederhana sebagai rakyat biasa bahkan sebagai abdi, Semar adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang mengejawantah “menjelma” (menjadi manusia) yang kemudian menjadi pamong para pandawa dan para ksatria lainnya yang tidak terkalahkan. Oleh karena para pandawa merupakan nenek moyang raja-raja jawa maka semar diyakini sebagai pamomong dan danyang pulau jawa dan seluruh dunia. Ia merupakan pribadi yang sederhana dan bijaksana berkat sikap batinnya dan bukan dari sikap lahir dan keterdidikannya. Ia merupakan pamomong yang sepi ing pamrih rame ing gawe, sepi akan maksud, rajin dalam bekerja dan memayu hayuning bawono, menjaga kedamaian dunia.
Dari segi etimologi semar berasal dari sar yang berarti sinar atau cahaya. Jadi semar berarti sesuatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya atau Nurcahya yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat illahiah. Semar yang memiliki rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala macam kelebihan yang telah disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat keahlian pula. Sifat ilahiah itu pula ditunjukan dengan sebutan Badranaya yang berarti pimpinan Rahmani yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih. Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling atau rasa ingat, yakni ingat kepada yang maha pencipta dan segala ciptaan-Nya yang berupa alam semesta beserta isinya.
Dengan mempelajari hal ini diharapkan agar khalayak mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi.atau ilmu asal dan tujuan hidup yang digali dari falsafah jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka, yang mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi panutan kearah kesempurnaan hidup. Sumber daya tersebut dapat disimbolkan dengan semar yang berpengawak sastra Dentawyanjana. Aksara jawa itu diciptakan semar, maka dapat dikatakan tepat apabila penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka

Sosok Punokawan

Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptoargo tidak sendirian. Ia ditemani oleh ketiga anaknya, yaitu : Gareng, Petruk, Bagong. Keempat abdi tersebut dinamakan punokawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pagelaran wayang kulit purwa. Akan muncul seorang Ksatria keturunan Saptoargo diikuti oleh Semar., Gareng, Petruk, dan Bagong. Cerita apapun yang dipagelarkan, keempat tokoh tersebut menduduki posisi penting. Kisah mereka selalu diawali dari pertapaan Saptoargo atau pertapaan lainya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasehat-nasehat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan topo ngrame (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan perjalanan sang ksatria dan keempat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas dan makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya. Namun pada akhirnya ksatria, semar, Gareng, Petruk dan bagong dapat memetik kemenangan dengan mengalahkan para raksasa, sehingga dapat keluar dari hutan dengan selamat. Berkat semar dan anak-anaknya sang ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyingkirkan tugas hidupnya dengan selamat.
Semar merupakan gambaran penyelenggaraan illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia.Untuk lebih jelas peranan semar, maka dilengkapi dengan tiga tokoh lainya. Ke empat tokoh tersebut menggambarkan cipta, rasa, dan karsa serta karya manusia.Semar mempunyai ciri menonjol pada kuncung putih dikepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero yang berarti rasa kewaspadaan, tangan cekot melambangkan ketelitian dan kaki pincang yang melambangkan kehati-hatian. Petruk adalah pralambang dari kehendak, keinginan dan karsa yang digambarkan dengan kedua tangannya, jika digerakan tangan depan menunjuk memilih apa yang akan dikehendaki, tangan belakang menggemgam apa yang telah dipilihnya. Sedangkan karya disimbolkan bagong dengan kedua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar. Artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan . cipta, rasa, karsa, dan karya manusia berada dalam diri pribadi manusia atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh ksatria. Gambaran manusia ideal adalah gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa, dan karya dapat menempati posisinya masing-masing dengan harmonis. Untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian ksatria dan punakawan mempuyai hubungan yang signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), tekad bulad (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ngelmu sedulur papat lima pancer.
Simbolisasi ksatria dan kempat abdinya, serupa dengan ngelmu sedulur papat lima pancer, sedulur papat adalah punakawan, lima pancer adalah ksatria. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep dan kakang kawah) dan diapit oleh dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sadulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi ( dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu., yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin untuk melindungi si bayi agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itulah yang lalu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.
Ngelmu sadulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah sukma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya sukma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan wujud.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan wujud digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi (semangat), kuda hitam melambangkan kebutuhan rohani, kuda kuning melambangkan kebutuhan biologis, dan kuda putih melambangkan keheningan (kesucian). Sebagai sais tentunya tidak mudah untuk mengendalikan empat kuda yang berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerja sama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ketujuan akhir, ke- sangkan paraning dumadi

Sumber;//
             www.google.com
              filosofi jawa semar
              ki semar brodonoyo

5 comments:

  1. coba anda beberkan kata kata anda ini di publik( Brahmana mengundurkan diri dari negara, bahkan ada yang memohon mati. Mereka kalah debat, dan memang sangatlah benar. Kebanyakan orang-orang Islam pandai bicara tetapi ora mudeng alias nguntal kondo, Selain itu juga pandai menghasut sehingga didalam tulisan Wulang dalem ingkang Sinuhun P.K IX diceritakan pula geger suatu negara karena konflik agama. Para ulama-ulamalah sebagai pemicunya. Karena mereka menghasut selain Islam itu tidak benar. Weda dan Tripitaka itu salah, itu buatan manusia. Yang paling benar adalah Al-qur’an. Dan yang paling sangat sungguh kejam adalah selain orang Islam darahnya halal.
    Apa yang saya tulis adalah kenyataan yang sebenarnya sudah lama ada dan menjadi bumerang bagi idiologi orang jawa. Dan ternyata sebelumnyapun Sinuhun P.K IX juga menulis sebagai wujud pemberontakan batin beliau. Dan mengatakan seharusnya tidaklah demikian, dan sangat menyayangkan. Sehingga orang jawa ganti lurik alias ganti agama. Bukan hanya sebatas itu saja, bahkan lali jawane.ora jawani karo awake dewe, sehingga yang dielu-elukan adalah Nabinya, bukan lagi leluhur-leluhur mereka.. )pasti anda akan mendapatkan kecaman .ATI ATI nek ngomong ..kui artine kue .ora duwe pluralisme blas ora berpendidikan ..harusnya gak mengklim seperti itu . . .

    ReplyDelete
  2. Maaf sebelumnya..saya berterimakasih untuk ilmu yang sudah ditulis diblog ini..saya sangat ingin tahu tentang semar..tapi dr sekian artikel yg saya baca, masalah ini bisa dikaitkan dengan sejarah awal bangsa indonesia juga jawa, asal usul dan estimologi lainya.insyallah akan terlihat sudut pandang yg lebih baik..saya sendiri ingin tahu tentang semar karena cak nun, beliau menjelaskan agama islam dengan bijak dan tentang bangsa juga tentang masalah bangsa dan kehidupan..beliau mengumpamakan semar juga sebagai contoh, ti tidak menghakimi agama semar salah atau benar..terima kasih dan maaf untuk kata2 saya yang kurang benar..

    ReplyDelete
  3. Maaf sebelumnya..saya berterimakasih untuk ilmu yang sudah ditulis diblog ini..saya sangat ingin tahu tentang semar..tapi dr sekian artikel yg saya baca, masalah ini bisa dikaitkan dengan sejarah awal bangsa indonesia juga jawa, asal usul dan estimologi lainya.insyallah akan terlihat sudut pandang yg lebih baik..saya sendiri ingin tahu tentang semar karena cak nun, beliau menjelaskan agama islam dengan bijak dan tentang bangsa juga tentang masalah bangsa dan kehidupan..beliau mengumpamakan semar juga sebagai contoh, ti tidak menghakimi agama semar salah atau benar..terima kasih dan maaf untuk kata2 saya yang kurang benar..

    ReplyDelete
  4. Dari laku kehidupan yang kami lakukan eyang semar memang nyata adanya. Dia sebagai kepala dewa di dunia. Danyang tanah jawa dan dunia iti yang kami rasakan. Bener2 nyata.

    ReplyDelete
  5. Dari cerita di atas memang benar yang kami rasakan. Bahwa eyang semar itu bagaikan cahaya penerang. Dari kehidupan kami hampir 40 tahun di ganggu berbagai macam iblis.raja iblis. Segala siluman. Segala musuh nabi mulai firaun namrud dimensi alam raksasa istilalah jawa Buto. Yang bisa mengatasi semua itu lantaran eyang semar bodronoyo dalang sejati bisa menyetop dari serangan para iblis di penjuru dunia. Cerita ini kalau orang tidak paham di sangka kami orang stress atau dianggap gila. Tapi bagi sebagian orang yang bisa olah batin aja yang bisa memahami. Ini kami share karena kami merasakan bahwa eyang semar itu benar2 nyata yang kami rasakan dari bantuannya. Bahwa kebudayaan jawa menurut kami yang paling tinggi. Cuma sudah lama di masuki budaya asing. Jadi orang jawa lupa jawanya. Saya sangat setuju bahwa yang paling benar itu alquran. Dari cerita diatas tapi banyak oknum yang banyak menyalah gunakan. Karena sangat pintarnya iblis mengganggu.

    ReplyDelete