Semar
adalah titisan Shang Hyang Bathoro Ismoyo.yang sebelumnya hidup di alam
Sonyaruri. Turun kedunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasonta
seorang abdi dari Saptoargo, mengingat bersatunya antara Bathoro Ismoyo
dan Janggan Semarosonta kemudian populer dengan nama Semar yang
merupakan penyelenggaraan Ilahi. Maka kemunculan tokoh Semar
diterjemahkan sebagai kehadiran Shang Ilahi dalam kehidupan nyata.
Dengan cara yang tersamar penuh misteri.
Dari
bentuknya saja tokoh ini memang sulit untuk ditebak atau tidak mudah
untuk diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba
bulat, payudara montok seperti layaknya seorang wanita. Rambut putih dan
kerut wajahnya menunjukkan bahwa ia telah berusia lanjut, namun
rambutnya yang dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum
senyum, namun matanya selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia
menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti
layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia
adalah titisan dari Bathoro Ismoyo seorang Dewa anak dari Shang Hyang
Waseso pencipta alam semesta seperti yang telah kita lihat dalam urutan
asal usul manusia sejak dari Shang Hyang Tunggal.
Dengan
bentuk dan gambaran yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain
sebagai sosok yang syarat misteri, Ia juga sebagai simbol kesempurnaan
hidup. Di dalam Semar terdapat karakter wanita , karakter laki-laki,
karakter anak-anak dan karakter orang dewasa atau orang tua. Ekspresi
gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh
Semar menjadi lengkap ditambah dengan jimat Mustiko Manik Asthogino, pemberian Shang Hyang Waseso atau Shang Hyang Tunggal , yang disimpan dikuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu:”terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit panas, dan dingin. Delapan
kasiat dari jimat Mustiko Manik Asthogino tersebut dimaksudkan untuk
menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup didalam alam kodrad, Ia berada
diatas kodrad itu sendiri. Ia adalah simbul misteri kehidupan,
sekaligus juga dari kehidupan itu sendiri.
Jika
kita memahami hidup adalah merupakan anugerah dari Shang Maha Hidup,
maka semar merupakan anugerah Shang Maha Hidup yang hidup dalam
kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti semar adalah gambaran yang riil.
bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai, dan menghidupi
hidup itu sendiri, yaitu hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika
hidup itu dijaga, dipelihara, dicintai maka hidup itu akan berkembang
mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawulo kalawan Gusti
Sudut pandang.
Pada
upaya bersatunya kawulo lan Gusti inilah, semar dan peranananya menjadi
penting. Karena didalam makna yang disimbolkan dan terkandung dalam
tokoh Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai
titik kesempurnaan, dan menyatu dengan Tuhan atau Shang Hyang Tunggal.
Selain
sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa
kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar
menjadi tanda sebuah rahmat Ilahi (Wahyu) kepada titahnya. Ini
disimbolkan dengan kepanjangan dari nama Semar, yaitu Bodronoyo. Bodro
artinya Rembulan atau suatu keberuntungan yang baik. Sedangkan Noyo
artinya: adalah perilaku kebijaksanaan. Bodronoyo artinya : didalam
perilaku kebijaksanaan yang baik, tersimpan sebuah keberuntungan yang
baik. Bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapat wahyu.
Dalam
lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Brodonoyo
menjadi rebutan para Raja dan Ksatria. Karena dapat dipastikan dengan
memiliki Semar Bodronoyo, maka Wahyu akan berada dipihaknya.
Dalam
hal ini sangatlah menarik, karena ada dua sudut pandang yang berbeda.
Ketika para Raja, Ksatria, dan para pendeta memperebutkan Semar
Bodronoyo dalam usahanya mendapatkan Wahyu. Sudut pandang pertama,
mendudukkan Semar Bodronoyo sebagai saran fisik untuk sebuah target.
Mereka menyakini bahwa dengan memboyong Semar Bodronoyo, Wahyu akan
mengikutnya sehingga dengan sendirinya Sang Wahyu akan didapat. Sudut
pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh
dari sebrang, atau juga tokoh-tokoh lain yang menginginkan jalan pintas,
mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapat Wahyu, tanpa harus
menjalani lelaku yang rumit dan berat
Sudut
pandang yang kedua adalah mereka yang mendudukkan Semar Bodronoyo
sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konskwensinya mereka mau
membuka hati agar Semar Bodronoyo masuk dan tinggal menyertai dalam
kehidupanya. Sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Pandangan
ini adalah kelompok dari keturunan Saptoargo. Dari kedua sudut pandang
inilah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan Wahyu. Dan tentu
saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptoargo. Tetapi kita yang
notabenya adalah penganut aliran dari Saptoargo justru merasa kurang
yakin dan ragu. Kalaupun kita telah menyakini benar-benar tentang itu
mengapa prinsip dan laku kita jauh dari kelompok Saptoargo? Kita masih
selalu dan selalu mencari enak dan kepenak. Sejauh mana anda mencari hal
itu tentu tak akan anda dapatkan karena itu adalah kepuasan. Dan rasa
puas tidak akan pernah berhenti, selama kita memahami segala sesuatu
masih dalam bentuk fisik.
Mengapa
Wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptoargo? Karena keturunan
Saptoargo selalu mengajarkan perilaku kebijaksanaan. Dikalangan
keturunan ada sebuah warisan tradisi spiritual yang kuat dan konsisten
dalam hidupnya. Tradisi itu antara lain : sikap rendah hati, suka
menolong sesama., tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan
tidur, serta lelaku batin yang lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah
keturunan Saptoargo kuat diemong oleh Semar Bodronoyo. Yang menjadi
pertanyaan saya sekarang adalah : mungkinkah kita bisa mewarisi tradisi
itu ditengah-tengah kehidupan yang pragmatis?
Masuknya
Semar Bodronoyo dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang
Penyelenggara (Shang Hyang Moho Gesang) di dalam hidup itu sendiri. Maka
sudah sepantasnya anugerah yang berwujud Wahyu itu akan bersemayam
didalamnya. Karena apa yang tersembunyi dibalik tokoh Semar adalah
wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang-orang yang tamak dan
dibuka bagi orang-orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku
kebijaksanaan. Seperti yang telah dilakukan oleh keturunan Saptoargo.
Yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah : tergolong orang tamak
atau orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan
sehingga Wahyu tersebut tertutup untuk kita?
Didalam
buku lain, tepatnya Filosofi Jawa saya menemukan catatan yang
mengungkap Bodronoyo. Bebodro: “membangun sarana Dari dasar.”, Nayoko :
“Utusan mangrasul, atau caroko”. Disitu disebutkan artinya: Mengembani
sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan demi kesejahteraan
manusia semesta alam.
Adapun filosofi biologis Semar menurut Javanologi, Semar: “haseming samar”.(fenomena harfiah makna kehidupan Sang Panuntun). Yang berarti disini kalau boleh saya memaknainya adalah : “Semar tidak laki-laki dan tidak juga perempuan”, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya adalah : “Sebagai tokoh Semar hendak mengatakan simbul Shang Hyang Moho Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna : “berserah total dan mutlak, sekaligus simbul keilmuan yang netral namun simpatik.
Domisili
Semar di-Karangdempel, yang menurut Javanologi adalah : Karang =
gersang, sedangkan dempel = keteguhan jiwa. Rambut Semar kuncung dalam
buku jarwodoso/pribahasa jawa kuno maknanya hendak mengatakan; “Akuning
sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Kalau boleh saya memaknainya
dalam hal ini Semar sebagai pelayan mengejowantah melayani umat, tanpa
pamprih. Dalam buku jarwodoso disebutkan pula tentang Semar yang selalu
memandang keatas. Menurut jarwodoso bermakna : “dalam perjalanan anak
manusia perwujudanya Ia memberikan teladan agar selalu eling dengan Sang
Moho Kuwoso. Kain Semar parangkusumarojo ; perwujudan Dewonggowantah
(untuk menuntun manusia) agar memayu hayuning bawono ; mangudi kebenaran
dan keadilan di bumi.
Ciri-ciri sosok Semar
Adapun ciri-ciri Eyang Semar menurut biologisnya adalah ;
Eyang Semar berkuncung seperti anak-anak namun juga berwajah tua, Eyang
Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan, Eyang Semar berwajah
mata menangis namun mulutnya tertawa, Eyang Semar berprofil berdiri
namun jongkok, Eyang Semar tidak pernah menyuruh namun selalu memberikan
konskuensi atas nasehatnya.
Kebudayaan
jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Yaitu dengan adanya wujud tokoh Semar jauh sebelum
masuknya kebudayan Hindu, Budha Kristen dan Islam. Ditanah Jawa ini. apa
yang terdapat dalam tulisan ini adalah berdasarkan pada referensi yang ada dalam
buku-buku yang mengungkap tentang sejarah Jawa. Sekali lagi saya
singgung sebelum budaya agama yang saya sebut ada, bangsa kita sudah
punya kebudayaan sendiri yang tentu lebih hebat dan lebih cocok untuk
bangsa sendiri. Taklain adalah budaya spiritual kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Melihat kenyataan tersebut tentu tidak ada alasan
untuk takut menjalankan pada apa yang telah kita jalani. Dan sudah
barang justru kita harus berbangga atas apa yang telah diamanatkan dan
diwariskan nenek moyang kita.
Untuk
melestarikanya kalau bukan kita lalu siapa lagi ? bangsa kita punya
tradisi sendiri, bangsa kita punya budaya sendiri, tetapi mengapa kita
masih meniru budaya bangsa lain? Seharusnya kita bangga dijadikan orang
jawa dan bangsa indonesia,
tetapi mengapa kita lebih bangga dengan semua atribut dari bangsa lain
yang belum tentu sesui dengan kepribadian bangsa Indoneia dan orang jawa
? perlu untuk diingat kehancuran suatu bangsa manakala bangsa itu sudah
tidak menghargai sejarah kebudayaannya sendiri. Dan kenyataan itu telah
terbukti sekarang. Dalam Pusaka Purwo Mahugena yang ditulis Wulang
dalem Sinuhun P.B IX, disini diceritakan secara gamblang dan fulgar,
bahwa awal mula kehancuran dan kerusakan dari kaweruh Budaya jawa adalah
datangnya agama Islam. Demikian cuplikan yang berhasil saya tulis
dengan tembang sinom.
1 . Saja suwe Tanah Djawa, katekan para ngulami, saka Tanah Mesir Arab, sarana dagang anjambi, njebar Agama Nabi, panutane para Rasul, saka pasisir rata, sumebar ing Tanah Djawi, kana kene keh kelu malik Agama.
2. Ing
kono wiwite bubrah, nalare Wong Tanah Djawi, sing ngandel Agama Buda,
kalah lan Agama Nabi, rembuge kalah titis, wit ana gondelanipun, wewaton
kitab Quran, ampilane para Nabi, waton apa bae kono uwis ono.
3. Mula
keh para Brahmana, bandjur mundur njuwun pamit, anemah atilar pradja,
ana ingkang trima mati, kalahe mung sauni, kasor wewatoning tjatur, mula
keh pasulajan, kang gawe retuning nagri, samestine Ratune melu gegeran
Didalam
tulisan yang ditembangkan dengan gending sinom tersebut, adalah bentuk
pemberontakan seorang Raja yang dituangkan lewat tulisan tembang. Dalam
tulisannya itu, Beliau menceritakan rusaknya Wong jowo karena telah
berganti Agama. Didalam tulisan ini pun, tergambar suatu kesedihan,
diceritakan pula para Brahmana mengundurkan diri dari negara, bahkan ada
yang memohon mati. Mereka kalah debat, dan memang sangatlah benar.
Kebanyakan orang-orang Islam pandai bicara tetapi ora mudeng alias nguntal kondo, Selain itu juga pandai menghasut sehingga didalam tulisan Wulang dalem ingkang Sinuhun P.K IX diceritakan pula geger suatu negara karena konflik agama. Para
ulama-ulamalah sebagai pemicunya. Karena mereka menghasut selain Islam
itu tidak benar. Weda dan Tripitaka itu salah, itu buatan manusia. Yang
paling benar adalah Al-qur’an. Dan yang paling sangat sungguh kejam
adalah selain orang Islam darahnya halal.
Apa
yang saya tulis adalah kenyataan yang sebenarnya sudah lama ada dan
menjadi bumerang bagi idiologi orang jawa. Dan ternyata sebelumnyapun
Sinuhun P.K IX juga menulis sebagai wujud pemberontakan batin beliau.
Dan mengatakan seharusnya tidaklah demikian, dan sangat menyayangkan.
Sehingga orang jawa ganti lurik alias ganti agama. Bukan hanya sebatas itu saja, bahkan lali jawane.ora jawani karo awake dewe, sehingga yang dielu-elukan adalah Nabinya, bukan lagi leluhur-leluhur mereka..
Cara
berpakainpun mereka berubah, serban dan jubah lebih bangga mereka pakai
ketimbang pakaian jawa. Hal ini terus berkembang sampai sa’at ini. yen ono wong nganggo iket lan pakaian jowo diarani ngetok-ngetokno, ono ugo seng ngarani ngowah-ngowahi adat.
Ini adalah imbas dari penjajahan. Memang kita sudah lama merdeka dari
penjajahan fisik. Tetapi penjajahan idiologi masih terus berjalan dibumi
yang kita cintai ini. saya tidak melarang untuk beragama apapun, karena itu hak anda. Tetapi mbokyo ojo sampek lali karo budayane dewe.
. Bangkitlah saudaraku, lawanlah segala bentuk
rong-rongan, lawanlah segala macam bentuk penjajahan di bangsa ini.
sadarlah kita telah terjajah idiologi kita. Kita orang Indonesia, bukan
Arab! Sekali lagi kita bukan Arab! Bukan orang romawi ,bukanlah orang India bukan lah orang china dan
bukan pula rang luar negeri yang kita cintai ini Jadilah bangsa
sendiri, jadikanlah idiologi pancasila untuk tuntunan bermasyarakat dan
ber ke –Tuhanan dibumi yang kita cintai ini. Retullin Mental Idiologi
Poncosila.....kemballi kepada jati diri bangsa kita sendiri
Dikalangan
spiritual jawa, tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan hanya
sebagai fakta historis, tetapi juga bersifat mitologi dan simbolis
tentang keEsa-an. Yaitu suatu lambang dari spiritual. Pengertian ini
tidak lain hanyalah menunjukkan suatu bukti yang kuat bahwa orang jawa
sejak jaman prasejarah adalah religius dan ber ke-Tuhan -an Yang Maha
Esa.
Sebagai perlambang
Dari
tokoh Semar ini akan dapat diungkap, dimengerti dan dihayati sampai
dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan jawa. Tokoh
Semar merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek sifat illahi.
Semar itu pralambang dari ngelmu gaib, juga mempunyai makna sebagai kasampurnaning pati. Ada sebuah baris kalimat jawa yang berbunyi sebagai berikut: Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur kamurkan mardika artinya Merdeka jiwa dan sukma, maksudnya
dalam keadaan tidak terjajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar
dalam menuju kematian sempurna dan tidak ternodai oleh dosa. Manusia
jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa “ora kebanda ing kadonyan, ora
samar marang bisane sirna durka murkamu” artinya dalam menguji budi
pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan
hawa nafsu menjadi satu kekuatan menuju kesempurnaan hidup.
Semar Mbabar Jati Diri
Dari segi etimologi semar berasal dari sar
yang berarti sinar atau cahaya. Jadi semar berarti sesuatu yang
memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya
atau Nurcahya yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur
Muhammad, Nur Illahi atau sifat illahiah. Semar yang memiliki rupa dan
bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala macam kelebihan yang telah
disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat keahlian pula. Sifat
ilahiah itu pula ditunjukan dengan sebutan Badranaya yang berarti pimpinan Rahmani yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih. Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling atau rasa ingat, yakni ingat kepada yang maha pencipta dan segala ciptaan-Nya yang berupa alam semesta beserta isinya.
Dengan mempelajari hal ini diharapkan agar khalayak mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi.atau
ilmu asal dan tujuan hidup yang digali dari falsafah jawa
Ha-Na-Ca-Ra-Ka, yang mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat
memberikan tuntunan dan menjadi panutan kearah kesempurnaan hidup.
Sumber daya tersebut dapat disimbolkan dengan semar yang berpengawak
sastra Dentawyanjana. Aksara jawa itu diciptakan semar,
maka dapat dikatakan tepat apabila penghayatan kawruh sangkan paraning
dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
Sosok Punokawan
Dalam
perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan
Saptoargo tidak sendirian. Ia ditemani oleh ketiga anaknya, yaitu :
Gareng, Petruk, Bagong. Keempat abdi tersebut dinamakan punokawan. Dapat
disaksikan, hampir pada setiap pagelaran wayang kulit purwa. Akan
muncul seorang Ksatria keturunan Saptoargo diikuti oleh Semar., Gareng,
Petruk, dan Bagong. Cerita apapun yang dipagelarkan, keempat tokoh
tersebut menduduki posisi penting. Kisah mereka selalu diawali dari
pertapaan Saptoargo atau pertapaan lainya. Setelah mendapat berbagai
macam ilmu dan nasehat-nasehat dari Sang Begawan, mereka turun gunung
untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan topo
ngrame (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan perjalanan sang ksatria dan keempat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan
kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak
binatang buas dan makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika
lengah dapat mengancam jiwanya. Namun pada akhirnya ksatria, semar,
Gareng, Petruk dan bagong dapat memetik kemenangan dengan mengalahkan
para raksasa, sehingga dapat keluar dari hutan dengan selamat. Berkat
semar dan anak-anaknya sang ksatria dapat menyingkirkan segala
penghalang dan berhasil menyingkirkan tugas hidupnya dengan selamat.
Semar
merupakan gambaran penyelenggaraan illahi yang ikut berproses dalam
kehidupan manusia.Untuk lebih jelas peranan semar, maka dilengkapi
dengan tiga tokoh lainya. Ke empat tokoh tersebut menggambarkan cipta,
rasa, dan karsa serta karya manusia.Semar mempunyai ciri menonjol pada
kuncung putih dikepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih
atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero yang
berarti rasa kewaspadaan, tangan cekot melambangkan ketelitian dan kaki
pincang yang melambangkan kehati-hatian. Petruk adalah pralambang dari
kehendak, keinginan dan karsa yang digambarkan dengan kedua tangannya,
jika digerakan tangan depan menunjuk memilih apa yang akan dikehendaki,
tangan belakang menggemgam apa yang telah dipilihnya. Sedangkan karya
disimbolkan bagong dengan kedua tangan yang kelima jarinya terbuka
lebar. Artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan
karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan . cipta, rasa,
karsa, dan karya manusia berada dalam diri pribadi manusia atau jati
diri manusia, disimbolkan tokoh ksatria. Gambaran manusia ideal adalah
gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa, dan karya
dapat menempati posisinya masing-masing dengan harmonis. Untuk kemudian
berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian ksatria
dan punakawan mempuyai hubungan yang signifikan. Tokoh ksatria akan
berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari
sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), tekad bulad (karsa)
dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ngelmu sedulur papat lima pancer.
Simbolisasi ksatria dan kempat abdinya, serupa dengan ngelmu sedulur papat lima pancer, sedulur papat adalah punakawan, lima
pancer adalah ksatria. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua
saudara tua (kakang mbarep dan kakang kawah) dan diapit oleh dua saudara
muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sadulur papat lima
pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia (sangkan
paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat
menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi ( dalam konteks ini adalah
pancer) lahir dari rahim ibu., yang muncul pertama kali adalah rasa
cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan kakang mbarep. Kemudian pada saat
menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah
sebagai pelicin untuk melindungi si bayi agar proses kelahiran lancar
dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itulah
yang lalu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan
keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah
disebut Adi wuragil.
Ngelmu sadulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada
empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah sukma sejati dan sedulur
papat adalah raga sejati. Bersatunya sukma sejati dan raga sejati
melahirkan sebuah kehidupan wujud.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan wujud digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais
kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu.
Kuda merah melambangkan energi (semangat), kuda hitam melambangkan
kebutuhan rohani, kuda kuning melambangkan kebutuhan biologis, dan kuda
putih melambangkan keheningan (kesucian). Sebagai sais tentunya tidak mudah untuk mengendalikan empat kuda yang berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais
mampu mengendalikan dan bekerja sama dengan ke empat ekor kudanya
dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai
ketujuan akhir, ke- sangkan paraning dumadi
Sumber;//
www.google.com
filosofi jawa semar
ki semar brodonoyo
Sumber;//
www.google.com
filosofi jawa semar
ki semar brodonoyo
coba anda beberkan kata kata anda ini di publik( Brahmana mengundurkan diri dari negara, bahkan ada yang memohon mati. Mereka kalah debat, dan memang sangatlah benar. Kebanyakan orang-orang Islam pandai bicara tetapi ora mudeng alias nguntal kondo, Selain itu juga pandai menghasut sehingga didalam tulisan Wulang dalem ingkang Sinuhun P.K IX diceritakan pula geger suatu negara karena konflik agama. Para ulama-ulamalah sebagai pemicunya. Karena mereka menghasut selain Islam itu tidak benar. Weda dan Tripitaka itu salah, itu buatan manusia. Yang paling benar adalah Al-qur’an. Dan yang paling sangat sungguh kejam adalah selain orang Islam darahnya halal.
ReplyDeleteApa yang saya tulis adalah kenyataan yang sebenarnya sudah lama ada dan menjadi bumerang bagi idiologi orang jawa. Dan ternyata sebelumnyapun Sinuhun P.K IX juga menulis sebagai wujud pemberontakan batin beliau. Dan mengatakan seharusnya tidaklah demikian, dan sangat menyayangkan. Sehingga orang jawa ganti lurik alias ganti agama. Bukan hanya sebatas itu saja, bahkan lali jawane.ora jawani karo awake dewe, sehingga yang dielu-elukan adalah Nabinya, bukan lagi leluhur-leluhur mereka.. )pasti anda akan mendapatkan kecaman .ATI ATI nek ngomong ..kui artine kue .ora duwe pluralisme blas ora berpendidikan ..harusnya gak mengklim seperti itu . . .
Maaf sebelumnya..saya berterimakasih untuk ilmu yang sudah ditulis diblog ini..saya sangat ingin tahu tentang semar..tapi dr sekian artikel yg saya baca, masalah ini bisa dikaitkan dengan sejarah awal bangsa indonesia juga jawa, asal usul dan estimologi lainya.insyallah akan terlihat sudut pandang yg lebih baik..saya sendiri ingin tahu tentang semar karena cak nun, beliau menjelaskan agama islam dengan bijak dan tentang bangsa juga tentang masalah bangsa dan kehidupan..beliau mengumpamakan semar juga sebagai contoh, ti tidak menghakimi agama semar salah atau benar..terima kasih dan maaf untuk kata2 saya yang kurang benar..
ReplyDeleteMaaf sebelumnya..saya berterimakasih untuk ilmu yang sudah ditulis diblog ini..saya sangat ingin tahu tentang semar..tapi dr sekian artikel yg saya baca, masalah ini bisa dikaitkan dengan sejarah awal bangsa indonesia juga jawa, asal usul dan estimologi lainya.insyallah akan terlihat sudut pandang yg lebih baik..saya sendiri ingin tahu tentang semar karena cak nun, beliau menjelaskan agama islam dengan bijak dan tentang bangsa juga tentang masalah bangsa dan kehidupan..beliau mengumpamakan semar juga sebagai contoh, ti tidak menghakimi agama semar salah atau benar..terima kasih dan maaf untuk kata2 saya yang kurang benar..
ReplyDeleteDari laku kehidupan yang kami lakukan eyang semar memang nyata adanya. Dia sebagai kepala dewa di dunia. Danyang tanah jawa dan dunia iti yang kami rasakan. Bener2 nyata.
ReplyDeleteDari cerita di atas memang benar yang kami rasakan. Bahwa eyang semar itu bagaikan cahaya penerang. Dari kehidupan kami hampir 40 tahun di ganggu berbagai macam iblis.raja iblis. Segala siluman. Segala musuh nabi mulai firaun namrud dimensi alam raksasa istilalah jawa Buto. Yang bisa mengatasi semua itu lantaran eyang semar bodronoyo dalang sejati bisa menyetop dari serangan para iblis di penjuru dunia. Cerita ini kalau orang tidak paham di sangka kami orang stress atau dianggap gila. Tapi bagi sebagian orang yang bisa olah batin aja yang bisa memahami. Ini kami share karena kami merasakan bahwa eyang semar itu benar2 nyata yang kami rasakan dari bantuannya. Bahwa kebudayaan jawa menurut kami yang paling tinggi. Cuma sudah lama di masuki budaya asing. Jadi orang jawa lupa jawanya. Saya sangat setuju bahwa yang paling benar itu alquran. Dari cerita diatas tapi banyak oknum yang banyak menyalah gunakan. Karena sangat pintarnya iblis mengganggu.
ReplyDelete